Kamis, 22 Oktober 2015

Seri Kutbah Idul Adha

KUTBAH IDUL ADHA 1434 H
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik
Komplek Perumahan Gresik Permai Suci
Selasa, 16 Oktober 2013 M/10 Zulhijah 1434 H.
Dr. H. Sriyatin Shodiq, S.H.,M.A.
MAKNA SIMBOL PAKAIAN IHRAM, TAWAF, DAN SAI: JATIDIRI, CINTA KASIH, DAN KEPASRAHAN KEPADA ALLAH.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة وأصيلا لا اله الا الله - والله أكبر - الله أكبر و لله الحمد.
أحمده حمد من عرفه – وأشكره علي ادراك ذي الحجة ويوم بركة – أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له – وأشهد أن محمدا أرسله بالرحمة والرأفة -  اللهم صل وسلم وبارك علي محمد وعلي أله وأصحابه ومن تبع دين محمد – وسلم تسليما كثيرا.
ألله أكبر ما تحرك متحرك وارتج وكي محرم وعج – وقصد الجرم من كل فج – وأقيمت في هذه الأيام مناسك الحج – اذا ساروا قبل طلوع الشمس الي مني – ورموا أجمرة العقبة وقد بلغواالمني – وتقربوا الي الله بالهدايا – وحلقوا رؤسهم وقصروا ونحروا – وحمدواالله علي تمام حجهم وشكروا أولئك يؤتون أجرهم مرتين بما صبروا – فسبحان الله حين تمسون وحين تصبحون – سبحان ذي الملك والملكوت – سبحان ذي العزة والجبروت – سبحان الحي الذي لايموت –
الله أكبر – فيا أيها المسلمون الكرام أوصيكم ونسفي بتقوي الله – اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا وأنتم مسلمون
واعلموا أن هذاالشهر شهر عظيم – وأن هذا اليوم يوم عيد المؤمنين وموسم الحج المسلمين – وغفران الذنوب لمن حج واعتمر – فقد فازمن يؤدي عبادة الحج المسلمين – والتقرب بالأضحية بذبح المواشي واستحنسوها وكلوا وتصدقوا لحومها واستمتعوا بجلودها ولا تبيعوها – اعلموالان قصة ابراهيم خليل الله واسماعيل عليهما السلام تضمن من الحكم . أما بعد .
Jamaah kaum muslimin salat id yang dirahmati Allah


Pada hari ini kita kaum muslimin penuh bahagia, karena hari raya idul adha tahun 1434 telah datang dan serempak di penjuru dunia.

Pada hari yang agung ini, kita kaum muslimin keluar dari rumah-rumah mereka seraya memuji, mengagungkan, dan memuliakan Tuhan-Nya. Kaum muslimin bersyukur atas nikmat Allah swt yang telah dianugerahkan kepada kita, sehingga kita dapat melaksanakan ibadah  salat id dan menyembelih hewan kurban. Kita hanya berharap semoga mendapatkan pahala, ganjaran, dan ridla dari Allah swt dan segala kesalahan dan dosa kita, Allah mengampuni-Nya, dan tak lupa kita memanjatkan doa kepada Allah semoga tahun depan kita masih diberi kesempatan untuk menjumpai bulan Zulhijah dan idul adha.

Marilah kita sambut dengan memperkuat kesatuan dan ketakwaan kita kepada Allah swt, karena ketakwaan itu menghimpun segala kebaikan dan merupakan karekter yang banyak disebut di dalam al-Qur’an. Hanya ketakwaanlah satu-satunya sarana penghubung yang kuat untuk memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat, baik yang bersifat lahiriyah maupun batiniyah. Ketakwaan merupakan satu-satunya benteng yang kokoh untuk melindungi manusia dari segala ancaman keburukan, baik lahiriyah maupun batiniyah.


Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
A.  MAKNA SIMBOL PAKAIAN IHRAM ADALAH  KEMBALI KEPADA JATIDIRI, KEMBALI KEPADA ALLAH, DAN LAMBANG KEIKHLASAN
1.     Makna pertama yang kita ambil dari memakai pakaian ihram adalah kembali kepada jatidiri
Pakaian baju ihram adalah pakaian khusus dan istimewa berwarna putih yang digunakan selama melakukan ibadah haji dan umrah. Busana ihram untuk jemaah laki-laki  terdiri atas dua lembar kain. Satu lembar diselendangkan di bahu menutupi badan, dan kain kedua diikatkan di pinggang hingga menutup bagian aurat laki-laki. Sedangkan pakaian busana ihram bagi perempuan adalah busana muslimah yang menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua tangan. Pakaian ihram digunakan pada waktu dan tempat tertentu yang telah ditentukan.

Sekarang pakaian tidak lagi sekadar pelindung tubuh dari bahaya yang ditimbulkan oleh cuaca dan perubahan iklim. Pakaian bukan lagi sekedar penutup aurat, akan tetapi, pakaian busana sekarang telah berubah menjadi simbol status sosial, simbol kedudukan, simbol status perekonomian, simbol status pengetahuan, dan sebagainya.

Ali Syariati menggambarkannya dengan indah:
Pakain melambangkan pola, preferensi, status, dan berbagai perbedaan lain. Pakaian menciptakan “batas” semu yang menyebabkan “perpecahan” di antara manusia. Dan hampir semua perpecahan di antara manusia melahirkan “diskriminasi”. Selanjutnya, “perpecahan” itu menimbulkan konsep “aku”. Bukan “kami” atau “kita”. Aku dipergunakan dalam konteks sosial seperti: rasku, kelasku, kelompokku, kedudukanku, keluargaku, dan bukan ‘”aku” sebagai manusia.

Jatidiri “aku” yang sesungguhnya tidak ditentukan oleh pakaian yang dikenakan. Busana hanyalah benda yang melekat di tubuh, yang setiap saat bisa diganti, Jika busana yang kita kenakan dijadikan simbol status, maka kita akan merasa berat melepaskannya. Namun, karena busana bukanlah diri kita yang sesungguhnya, suatu saat kita harus menanggalkannya. Ketika  panggilan Allah datang, kita tidak bisa lagi mempertahankan busana status kita. Kita harus rela menanggalkannya, sebagaimana kita melepaskan busana harian ketika datang panggilan haji.

Pakaian ihram itu melambangkan jatidiri kita yang sesungguhnya, fitrah kita yang suci, warna asli batin kita saat kita dilahirkan di dunia ini. Namun, setelah sekian lama hidup di muka bumi, warna asli kita mulai luntur atau dikotori oleh berbagai noda duniawi.

Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.

Iman Ghazali menggambarkan keadaan manusia dengan indah: “Sesungguhnya dalam dirimu terhimpun banyak sifat, di antaranya sifat hewan mamalia, hewan pemangsa, dan juga sifat malaikat. Ruh adalah jatidiri substansimu, sementara yang lainnya asing dan pinjaman yang bukan milikmu.

Nabi Yusuf as berdialog dengan Perdana Menteri Mesir: Nabi Yusuf berkata kepada tuan majikannya, Perdana Manteri Mesir yang memenjarakannya, “ Kau boleh memperlakukan tubuhku sekehendak hatimu (tuan), kau boleh mencambuk, memukul,  menyiksa badan dan punggungku sekehendak engkau mau, kau boleh mengurungku di penjara ini selama kau mau,  tetapi tuan (Perdana Manteri) kau tidak akan bisa memiliki hatiku, hanya satu pemilik hatiku, Allah. Itulah jatidiri hati nurani Nabi Yusuf as.

Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
Melepaskan busana pakaian harian dan menggantinya dengan busana pakaian ihram berarti melepaskan sifat yang melekat dan menumpang pada diri kita sebagai dampak interaksi kita dengan dunia. Sifat-sifat itu di antara lain dengki, sombong, pemarah, rakus, otoliter, zalim, dan sebagainya. Kita berupaya menanggalkan sifat-sifat buruk itu sebagaimana kita melepaskan pakaian biasa dan menggantinya dengan pakaian ihram. Kemudian kiat berusaha menampakkan jatidiri sejati, yang pada fitrahnya cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Penampilan sifat-sifat baik itu dilambangkan dengan mengenakan pakaian ihram yang berwarna putih. Jadi, mengenakan pakaian ihram bukanlah ritual tanpa makna, tetapi banyak makna yang terkandung di dalamnya.
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.

2.     Makna kedua yang kita ambil dari memakai pakaian ihram adalah kembali kepada Allah

Titik akhir adalah kembali ke titik awal (al-hidayah hiya al-ruju’ ila al-bidayah). Itu kata kunci yang menjadi acuan kaum sufi memandang dunia. Setiap partikel alam pasti akan kembali kepada asalnya. Yang fisikal kembali kepada fisik, yang mineral, material kembali kepada bumi. Yang spiritual kembali kepada spirit. Yang ruhani kembali kepada ruh. Kalau jasad bersumber dan berasal dari tanah pasti ia akan kembali kepada tanah. Demikian pula, kalau ruhani kita berasal dari Allah, pasti ia akan kembali kepada Allah.

Kehidupan dunia adalah amat sangat singkat dan hanya sementara karena dunia pun akan binasa
@ä. ô`tB $pköŽn=tæ 5b$sù ÇËÏÈ   4s+ö7tƒur çmô_ur y7Înu rèŒ È@»n=pgø:$# ÏQ#tø.M}$#ur ÇËÐÈ  
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. QS. al-Rahman [55:26-27].

Suka atau tidak, kita pasti akan kembali kepada asal kita. Persoalannya, apakah kita sudah SIAP atau TIDAK. Karena itu, kembali kepada Allah semata-mata berkaitan dengan kesiapan kita. Orang yang sudah “siap” adalah mereka yang telah mempersiapkan diri untuk kembali Kepada-Nya.

Mengapa harus mempersiapkan diri? Sebab, tidak semua orang akan diterima oleh Tuhan. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Allah itu Mahabaik, Dia tidak menerima kecuali yang baik” (H.R. Muslim). Jadi, rombongan yang datang kepada Tuhan, kelak akan terpecah menjadi dua kelompok, Kelompok pertama diterima, kelompok kedua ditolak. Kelompok yang baik dan kelompok yang buruk. Antara lain dijelaskan dalam Al-Qur’an, “ashabul yamin ma ashabul yamin” (dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu), dan “ashabus syimal ma ashabus syimal” (dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu). (QS. Al-Waqiah [56: 27 dan 41).

Kelompok pertama diterima karena telah mempersiapkan diri menjadi orang baik, tanpa pernah menyentuh  segala yang buruk.
Sementara, kelompok kedua tidak diterima, karena tidak memedulikan baik dan buruk. Mereka tidak siap kembali kepada Allah. Kelompok terakhir inilah yang menjadi persoalan, karena di satu sisi mereka pasti kembali, sementara di sisi lain, mereka tidak siap kembali, akibatnya, mereka tertolak.
Lalu, bagaimana nasib mereka setelah ditolak sementara mereka wajib kembali? Bagi kelompok ini Tuhan sendiri yang akan mempersiapkan “adzab”nya.

Dalam Al-Qur’an terdapat pertanyaan:
tûøïr'sù tbqç7ydõs? ÇËÏÈ  
Maka akan pergi ke manakah kamu (QS. al-Takwir [81:26]
Ketika kiamat terjadi dan kebenaran telah disingkapkan, sebagaimana disebutkan pada awal sampai pertengahan surat al-Takwir [81], ke manakah kau akan mengelak dan mengindari keduanya? Sungguh tidak ada lagi jalan yang bisa ditempuh kecuali “pergi kepada Allah”, dengan keadaan “siap” seperti diucapkan Nabi Ibrahim a.s. yang diabadikan dalam Al-Qur’an,
tA$s%ur ÎoTÎ) ë=Ïd#sŒ 4n<Î) În1u ÈûïÏökuŽy ÇÒÒÈ  
Dan Ibrahim berkata: Aku akan berangkat menuju Tuhanku, tentu Dia akan memberiku petunjuk” QS. Shaffat [37:99].

Ucapan Nabi Ibrahim a.s. itulah yang menjadi jawaban kita, jika Tuhan bertanya kepada jemaah haji atau kepada kita:” Akan pergi ke manakah kamu?” Selanjutnya jemaah haji atau kita menjawab seperti jawaban nabi Ibrahim: “Aku akan berangkat menuju Tuhanku, tentu Dia akan memberi petunjuk.” Berangkat menuju Tuhan tanpa membawa gemerlap duniawi, tanpa jabatan yang diagung-agungkan, tanpa kemasyhuran nama, tanpa kesempurnaan fisik (cantik, gagah, tampan), tetapi dengan bekal amal saleh yang telah disiapkan sepanjang usia kehidupan di dunia. Saat menunaikan ibadah haji, jemaah “berangkat menuju Tuhan” dengan dua lembar pakaian suci, pakaian ihram yang persis sama dengan kain kafan untuk membungkus mayat kita saat menghadap Tuhan Yang Mahakuasa.

Kalau kita sudah mempersiapkan diri menempuh perjalanan panjang kepada Allah, sudah saatnya kita tanggalkan busana duniawi warna-warni yang kita kenakan selama ini. Saatnya kita mengenakan pakaian putih bersih sehingga kita mendapat petunjuk Allah, dan kita kembali kepada-Nya dengan selamat.

Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
3.  Makna ketiga yang kita ambil dari memakai pakaian ihram adalah lambang keikhlasan
Inti keberagamaan adalah keikhlasan niat (ikhlash al-niyah). Ikhlas berarti “bersih, murni, tidak bercampur”. Niat murni semata-mata karena Allah. Perbuatan orang yang ikhlas tidak didorong oleh motif-motif tertentu, tetapi hanya karena Allah. Kesucian dan kemurnian inilah yang disimbolkan oleh pakaian ihram, yang berwarna putih tanpa ada warna lain yang melekatinya. Begitulah hati orang yang berjalan menuju Tuhan. Tidak terbetik maksud duniawi sedikit pun dalam perjalanannya. Dunia bukanlah tujuan dan motif  yang mengerakkan menempuh perjalanan tersebut. Dunia hanyalah bekal sekadar mencukupi kebutuhan selama menempuh perjalanan. Dunia tidak pernah mengisi relung hatinya. Sama halnya, perjalanan jemaah haji berziarah ke Ka’bah, mendekat ke haribaan Rabb al-Bayt (Tuhan Pemilik Rumah Suci), bukanlah untuk mendapatkan nama (gelar Haji dan gelar Hajjah), mencari harta, mendulang pahala, atau menghindari siksa. Mereka datang ke Mekah hanya untuk memenuhi seruan ilahi.

Keikhlasan itulah yang menjadi ukuran suatu amal. Tanpa niat tulus, amal yang kita lakukan menjadi sia-sia. Dalam Al-Qur’an disebutkan,
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm
 “Mereka hanya diperintahkan menyembah Allah dengan ikhlas beragama kepada-Nya” QS.al-Bayinah [98:5].

Amal tanpa keikhlasan laksana jasad tanpa ruh. Ikhlas menghidupkan amal yang kita lakukan sehingga membuahkan kebaikan.

Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.

Dalam perjalanan haji, pakaian ihram melambangkan keikhlasan yang seharusnya memenuhi hati setiap jemaah. Ini tidak berarti amal-amal lain selain ibadah haji tidak dibutuhkan keikhlasan. Meski pakaian ihram  hanya dipakai untuk ibadah haji, ruh dan makna yang terkandung pada pakaian ihram bersifat universal, meliputi semua bentuk ibadah dan kebaikan. Semua amal ibadah yang kita lakukan harus disertai keikhlasan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat betapa banyak proyek pembangunan gedung, infrastruktur, jembatan,  dan sebagainya yang digarap oleh pemerintah tetapi hanya bertahan tiga sampai sepuluh tahun, namun bangunan gedung, infrastruktur dan jembatan cepat rusak, jebol, dan ambuk. Mengapa bisa begitu? Karena niatnya bukan karena Allah, melainkan karena uang atau memperbanyak kantong-kantong materi individu/kelompok. Akibatnya, ketika mengerjakan proyek, mereka mementingkan keuntungan duniawi, bukan untuk dipersembahkan kepada Allah sebagai amal saleh yang dapat dimanfaatkan banyak orang untuk jangka waktu yang lama.

Amal saleh yang didasari keikhlasan niat tidak pernah akan habis atau berakhir. Amal saleh semacam itu akan terus hidup di sisi Tuhan sehingga kita datang menjemputnya di akhirat nanti. Kelak, amal saleh itu akan diganti menjadi pahala yang menyenangkan dan membahagiakan pemiliknya. Karena itu, segenap amal kebaikan yang kita niatkan karena Allah tanpa embel-embel dunia, sekecil apa pun, pasti amal itu akan tetap hidup dan akan menemui kita di akhirat kelak.

Balasan kepada orang yang beramal ikhlas kepada Allah, antara lain dijelaskan dalam Al-Qur’an .
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ  
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. QS al-Nahl [16:97]

Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
B.  MAKNA SIMBOL TAWAF:  sebagai miniatur gerak alam semesta, hanya satu tujuan hidup, dan lambang cinta.
1.  Makna pertama yang kita ambil dari tawaf adalah sebagai miniatur gerak alam semesta
Allah swt telah membuat sistem alam yang teramat kompleks dan teratur, tidak saling mendahului dan tidak saling menyaingi, masing-masing berjalan sesuai dengan hukumnya (sunnatullah), sebagaimana firman Allah QS. Yasin [36:40]. 
Ÿw ߧôJ¤±9$# ÓÈöt7.^tƒ !$olm; br& x8Íôè? tyJs)ø9$# Ÿwur ã@ø©9$# ß,Î/$y Í$pk¨]9$# 4 @@ä.ur Îû ;7n=sù šcqßst7ó¡o
 “Tidak mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, masing-masing beredar pada garis edarnya.”
Itulah sunnatullah yang senantiasa berjalan mengatur perjalanan alam semesta. Sistem itu, sesuai dengan kabar yang disampaikan dalam  Al-Qur’an, tidak pernah akan diganti atau diubah untuk selama-lamanya.
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
Dalam sistem yang sangat kompleks ini, planet-planet, termasuk matahari dan bumi yang kita diami berputar pada sumbunya dengan arah putaran yang berlawanan dengan arah jarum jam. Gugusan planet dan bintang pada galaksi Bimasaksi pun berputar dengan putaran yang melawan arah jarum jam. Bahkan, elektron pun melakukan putaran serupa. Lebih jauh, sistem peredaran darah dalam tubuh kita pun bergerak dengan pergerakan seperti itu. Darah bersirkulasi dari jantung ke seluruh tubuh dari arah kiri, Jadi bisa dikatakan, aliran darah dalam tubuh pun berputar mengitari seluruh bagian tubuh.
Itulah makna tawaf. Jadi, alam raya seakan terus tawaf dan bertasbih kepada Penciptanya. QS. al-Isra [17:47] “Tidak ada satu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka”.
 Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.


2.  Makna kedua yang kita ambil dari tawaf adalah hanya satu tujuan hidup.
Menurut Ali Shari’ati mengibaratkan Ka’bah yang menjadi orbit tawaf sebagai konstansi (kemantapan) keabadian Tuhan, sementara para petawaf melambangkan aktivitas dan transisi makhluk-Nya, yang terjadi terus menerus. Hanya satu Yang Konstan, Yang Abadi, yaitu Tuhan. Dialah yang menjadi pusat eksistensi, titik fokus dunia yang fana ini. Selain Tuhan, yaitu makhluk segalanya terus berubah, bergerak, dan pada suatu waktu akan berakhir, berhenti. Ketika tawaf, para petawaf tidak pernah bersentuhan dengan  Ka’bah sebagaimana makhluk senantiasa berjarak dari Allah.
Jadi, sistem tauhid yang menjadi fondasi agama Islam menempatkan Tuhan sebagai acuan dan poros kehidupan makhluk. Karena itu, kita seharusnya mengarahkan seluruh  hidup kita kepada-Nya. Memang kita disibukkan oleh berbagai profesi yang mewarnai aktivitas hidup kita, Namun, segala profesi itu bukanlah “tujuan” hidup kita, melainkan sarana menuju tujuan akhir.
Jika kita bekerja demi menyenangkan anak dan istri, lalu berhenti sampai di situ maka aktivitas kita itu akan sia-sia, karena kita berhenti pada tujuan semu, yang akan berakhir. Seiring berakhirnya tujuan kita, habis pulalah makna amal perbuatan kita. Akan tetapi, jika amal atau aktivitas itu kita arahkan  untuk mendekati Tuhan disertai ketundukan dan kepasrahan kepada-Nya maka amal kita menjadi perbuatan yang abadi melampaui batas sekat-sekat dunia. Kita akan merasakan hasil perbuatan kita kelak di akhirat, sementara di dunia, anak, istri, dan keluarga kita akan mendapatkan hasil segala aktivitas kita.
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
Imam Ghazali mengingatkan kepada kita, bahwa  tawaf yang kita lakukan itu menyerupai rombongan malaikat muqarrabin (yang dekat kepada Allah) yang bertawaf mengitari Arasy. Tetapi, jangan berpikir bahwa tawaf yang kita lakukan hanyalah tawaf fisikal mengitari Ka’bah (Baitullah), tetapi yang lebih penting kita pahami adalah bahwa kita sedang berjalan mendekatkan diri ke hadirat Allah. Ka’bah (Baitullah) hanyalah simbol indrawi yang menjadi poros rotasi. Sementara, poros rotasi batin ruhani kita adalah mendekati Tuhan atau kepada Tuhan, Allah Yang Mahakuasa.
Perjalanan ruhani menuju poros rotasi, Tuhan berada pada Sirr, di pusat batin manusia. Putaran-putaran dalam tawaf melambangkan upaya seseorang untuk mendekat menuju Tuhan melalui lapisan-lapisan batin. Semakin bertambah putaran tawaf, semakin khusyuk kita berjalan menuju titik pusat. Perjalanan putaran tawaf ini diibaratkan oleh Imam Al-Hujwari:  sebagai upaya sungguh-sungguh (mujahadah) mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketika seseorang melewati perjalanan itu sungguh-sungguh, ia akan semakin dekat kepada Tuhan yang merupakan poros rotasi, sehingga ia dapat menyaksikan-Nya dengan matahatinya (musyahadah). Semakin kuat mujahadah seseorang, semakin terang musyahadah yang didapatkannya.
Perjalanan hidup kita adalah tawaf panjang yang kita lalui setiap hari sepanjang usia kita. Semestinya kita tidak pernah lupa dan lepas dari tujuan penciptaan. Tujuan hidup kita hanya untuk mengabdi kepada Tuhan, dan Dialah  satu-satunya tujuan akhir kita, “ dari Dia kita datang dan kepada Dia pula kita kembali” (inna lillahi wa inna ilaihi rajiun). Kita pasrahkan semuanya untuk Allah, “inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati li-llahi rabb al-alamin (sesungguhyanya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah untuk Tuhan pemilik alam semesta). Sama halnya, ketika tawaf pun kita tidak pernah lepas dari Ka’bah (Baitullah) yang menajdi orbit tawaf. Sebab, apabila kita keluar dari orbit tawaf, berarti kita telah terlepas dan keluar dari sistem. Kalau kita terlepas dan keluar dari sistem, maka tawaf kita sia-sia (muspro).
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
3.  Makna ketiga yang kita ambil dari tawaf adalah lambang cinta
Puncak pengabdian atau puncak ibadah adalah cinta.  Menurut Amirul Mukminin Ali, ada tiga kelompok orang yang beribadah kepada Allah.
Kelompok pertama, orang yang beribadah karena takut kepada-Nya. Mereka ini adalah kelompok para budak. Mereka mengabdi kepada Allah persis seperti pengabdian seorang budak kepada tuannya. Ia mengabdi semata-mata karena takut kepada tuannya.
Kelompok kedua, orang yang beribadah  karena mengharapkan keuntungan.  Meraka ini adalah kelompok para pedagang, Mereka mengabdi kepada Allah persis seperti pengabdian pedagang  yang mencari untung dari jualannya.
Kelompok ketiga, beribadah kepada Allah karena cinta. Inilah kelompok orang merdeka, yang mengabdi kepada Allah karena cinta kepada-Nya. Inilah puncak pengabdian. Orang yang sedang jatuh cinta pasti akan menuruti kehendak sang kekasih, tidak peduli senang atau susah. Karena baginya, menyenangkan kekasih adalah puncak ekspresi cinta.
Ketika yang mencintai jauh dari yang dicintai, pastilah ia akan mendekat kepada yang dicintai. Ia akan berputar menuju rumah kekasihnya, seperti yang terungkap pada cinta Majnun kepada Laila, sampai-sampai cintanya Majnun kepada Laila, Majnun tubuhnya kurus kering, hatinya remuk redam, usianya dihabiskan karena dimabuk cinta kepada kekasihnya, sampai dibawa mati.
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
Mengapa laron terbang dan terus berputar-putar di sekitar lampu? Ia terus mendekati cahaya karena mencintainya. Ia terus berputar di sekitar lampu meskipun sayapnya hangus terbakar oleh api yang menyala. Bahkan, tubuhnya sendiri hangus terbakar demi cintanya kepada cahaya. Lihatlah, begitu banyak bangkai laron yang menumpuk di sekitar lampu. Namun, mereka tidak pernah jera untuk mendekati yang dicintainya.
Mengapa bumi dan planet berotasi dan berevolusi? Mengapa matahari berotasi? Mengapa semua semesta berputar? Putaran adalah lambang orang yang sedang dimabuk cinta.  Karena itu ahli sufi Jalaluddin Rumi mencipta tarian putar, melambangkan orang yang sedang jatuh cinta. Mereka sedang dimabuk cinta ketuhanan (kepada Allah) sehingga mereka berputar untuk meraihnya, sebagaimana orang tawaf di sekeliling ka’bah. Mereka asyik, tenggelam dalam cinta kepada Pemilik Ka’bah. Karena Tuhan tidak bisa diindra maka mereka melampiaskan cinta kepada Ka’bah sebagai lambang ketuhanan.
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
C. MAKNA SIMBOL SAI:  CINTA KASIH, KETEGARAN, DAN KEPASRAHAN.
Siti Hajar adalah budak hitam yang kuat dan tangguh berasal dari Etiopia, kekuatan besar yang tersimpan pada diri Hajar yang sangat sulit ditandingi oleh wanita-wanita manapun di permukaan dunia ini, yaitu kekuatan cinta kasih, ketegaran, dan kepasrahan kepada Allah.
Ditengah lembah yang gersang, kering, tandus, sepi, sunyi, tidak ada tumbuhan dan buah-buahan, diapit oleh bukit-bukit berbatu, tempat di kolong langit yang diterjang terik matahari yang sangat menyengat. Itulah Bakkah (Mekah), pemandangan yang sangat ganjil hanya dinaungi dan berlindung dibawah pohon sebagai tempat tinggalnya, terlihat tiga sosok manusia teladan, seorang laki-laki bernama Ibrahim, seorang wanita bernama Siti Hajar, dan seorang bayi kecil bernama Ismail. Tiga orang ini datang dari tempat yang sangat jauh dan menempuh perjalanan membutuhkan waktu berbulan-bulan dari Mesir.
Dengan tunduk, pasrah, menjalankan perintah Allah Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya Hajar dan putranya Ismail di lembah tersebut (Nabi Ibrahim pergi selama + 17 tahun untuk dakwah ke Mesir, Palestina, Mesir, kemudian kembali ke Mekah lagi).  Ibrahim menyakinkan kepada  istrinya Hajar, “Tuhan akan melindunginya, Dia akan menjaganya, dan kelak akan terlahir darinya bangsa yang besar dan mulia”.
Hajar belum puas, ia seakan ingin memastikan jawaban suaminya, “Wahai Khalilullah (kekasih Allah), apakah ini perintah Tuhan?.
Ibrahim menjawab dengan suara yang lembut “Aku tidak akan melakukan apa pun kecuali setelah mendapat perintah Tuhan”.  Hajar menjawab lagi “Kalau itu perintah Tuhan wahai suamiku Ibrahim, laksanakanlah, aku rida menerimanya”. Untuk menyakinkan kepada istrinya Hajar, Ibrahim berdoa kepada Allah:
!$uZ­/§ þÎoTÎ) àMZs3ór& `ÏB ÓÉL­ƒÍhèŒ >Š#uqÎ/ ÎŽöxî ÏŒ ?íöy yYÏã y7ÏF÷t/ ÇP§ysßJø9$# $uZ­/u (#qßJÉ)ãÏ9 no4qn=¢Á9$# ö@yèô_$$sù ZoyÏ«øùr& šÆÏiB Ĩ$¨Z9$# üÈqöksE öNÍköŽs9Î) Nßgø%ãö$#ur z`ÏiB ÏNºtyJ¨W9$# óOßg¯=yès9 tbrãä3ô±o ÇÌÐÈ  
Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezki mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. QS Ibrahim [14:37]
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
Kekuatan luar biasa pada diri Siti Hajar yang tidak tertandingi oleh wanita-wanita di dunia ini adalah cinta kasih. Hatinya dipenuhi cinta kepada suami, kepada anak, dan terutama kepada Tuhannya. Ia teramat mencintai suaminya sehingga meski ditinggalkan seorang di diri di negeri tak bertuan, tanpa air, tanpa tumbuhan, di kelilingi bukit-bukit batu hitam, ia masih bisa bertahan hidup dan terus memupuk cintanya. Cinta kepada anak, mendorongnya berjalan ke sana-sini di padang yang gersang mencari seteguk air untuk anaknya hingga kakinya penat dan letih. Cinta kepada Tuhan tak pernah lenyap, dan tak pernah lekang dari dadanya. Justru kekuatan cinta inilah yang membuatnya tegar dan bersabar. Ia memiliki harapan yang tak pernah lenyap akan karunia dan kasih sayang Allah kepada dirinya dan putranya.
Hajar tegar  dan bersabar meski harus hidup seorang diri di padang sunyi, sepi, tidak ada perkampungan/tetangga, jauh dari suami, jauh dari keramaian, jauh dari kecukupan hidup. Ia harus menjalani kehidupan seperti itu selama bertahun-tahun hingga Ismail beranjak remaja (+ 17 tahun), Bayangkan, betapa pedih hati seorang istri ditinggal seorang diri oleh suaminya dalam keadaan serba kekurangan, tidak pernah dikirimi nafkah, dan tidak dapat kabar apa pun tentang suaminya, tetapi cintanya tak pernah luntur, ketegarannnya tak pernah hancur, dan kepasrahannya kepada Tuhan senantiasa hidup dalam jiwanya yang suci.
Sikap seperti inilah yang harus kita perhatikan dan kita jadikan teladan dalam kehidupan ini. Perjuangan wanita mulia inilah yang harus diingat ketika jemaah haji dan umrah melakukan sai antara Shafa dan Marwa, sehingga mereka dalam melaksanakan ritual penuh dengan ketulusan dan kepasrahan.
Hidup kita berada di antara usaha dan harapan. Usaha dan aktivitas adalah kewajiban kita, yang digerakkan oleh harapan. Namun, hasil dari segala yang kita lakukan dan kita upayakan bukanlah kita yang menentukan, melainkan Allah Yang Mahakuasa. Apa pun yang diputuskan dan diberikan oleh Allah, sudah semestinya  kita menerimanya dengan rida dan pasrah.
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
Perhatikanlah,  anak ayam yang baru menetas langsung mencakarkan kakinya ke tanah mencari makanan. Anak ayam itu langsung bekerja dan berupaya karena itu telah menjadi kewajibannya. Apakah setelah mencakar-cakar tanah itu akan mendapat makanan atau tidak, itu bukan urusannya, tetapi urusan Allah Yang Mahakuasa. Kewajibannya adalah mencakar-mencakar mencari makanan.
Kewajiban kita adalah berusaha menggunakan akal pikiran dan tetap berharap mendapat masa depan yang lebih baik. Itulah makna ritual sai yang harus kita jadikan landasan untuk bekerja dan menatap masa depan.
Ketika berjalan menempuh jarak antara Shafa dan Marwa, Hajar mencari kebutuhan yang paling dasar, yaitu makanan dan minuman, tidak lebih dari itu. Air adalah sumber kehidupan. Tubuh kita terdiri atas daging, tulang, urat sarat, darah, dan cairan. Untuk bisa tetap hidup, kita tidak boleh kekurangan air (akan kena penyakit dehidrasi). Kehabisan air berarti mati. Air melambangkan kebutuhan material dalam kehidupan kita. Karena itu, memburu dan mencari materi tidaklah berdosa, bahkan wajib hukumnya. Namun, menumpuk materi sebanyak-banyak, tanpa mau membagi dengan sesama yang membutuhkan adalah pengkhiatan kepada Allah. Sebab, Allah telah memercayakan hartanya-Nya kepada kita bukan untuk ditumpuk, melainkan untuk dibagikan sehingga nikmat harta itu dirasakan juga kepada sahabat, kerabat, fakir, dan miskin yang belum kebagian. Apa yang dilakukan Hajar untuk mencari air bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain, untuk anaknya.
Hajar tetap berusaha dan berjuang untuk mendapatkan air, Hajar tidak mau diam berpangku menunggu Tuhan menurunkan rizki dan nikmat seketika dari langit/surga. Hajar menyakini kebenaran Tuhan pasti datang. Tuhan benar-benar memperlihatkan mukjizat-Nya. Dia menyatakan kasih-Nya kepada hamba-Nya yang berusaha dan bekerja keras (sai). Hajar mendapatkan  air dari kekuatan melalui mukjizat hentakan tumit kaki anaknya. Suara bergemuruh air dari celah-celah pasir yang gersang di bawah batu hitam. Itulah air  zam-zam.
Allah Akbar 3x. Jemaah salat id yang dirahmati Allah.
Kita terdampar ke dunia ini, tanpa membawa modal apa-apa selain pikiran dan hati nurani. Tetapi, pundak kita dibebani tanggungjawab. Karena itu, kita harus bekerja keras dan cerdas untuk memakmurkan dunia, memakmurkan sesama. Kita adalah khalifah, wakil Tuhan di bumi yang bertanggungjawab penuh kepada-Nya. Untuk itu, hanya ada tiga modal utama yang dapat kita andalkan adalah cinta kasih, ketegaran, dan kepasrahan kepada Allah.
Orang yang bertakwa diberi jalan keluar dari segala  macam problem kehidupan dan diberi cukup rizki yang tidak terduga-duga.
`tBur È,­Gtƒ ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøƒxC ÇËÈ   çmø%ãötƒur ô`ÏB ß]øym Ÿw Ü=Å¡tFøts 4 `tBur ö@©.uqtGtƒ n?tã «!$# uqßgsù ÿ¼çmç7ó¡ym 4 ¨bÎ) ©!$# à÷Î=»t/ ¾Ín̍øBr& 4 ôs% Ÿ@yèy_ ª!$# Èe@ä3Ï9 &äóÓx« #Yôs%  
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan diberikan baginya jalan keluar (2). Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya, sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)- Nya, sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. QS. al-Talaq [65: 2-3].

Berkat cinta (mahabbah), ketegaran (sabar), dan kepasrahan (tawakal), akhirnya Hajar menemukan air. Sama halnya, kita juga akan menemukan Tuhan dan mencapai ruhani setelah menakklukan tujuh tingkatan nafsu. Ketujuh tingkatan nafsu itu adalah (1) nafsu yang  memerintahkan kepada kemaksiatan (al-nafs al-ammarah bi al-su’), (2) nafsu yang suka menyesali diri (al-nafs al-lawwamah, (3) nafsu yang tenteram (al-nafs al-muthma’innah, (4) nafsu yang mendapat  ilham/inspirasi (al-nafs al-mulhamah), (5) nafsu yang rida (al-nafs al-radhiyah), (6) nafsu yang di ridai ( al-nafs al-mardhiyah), dan (7) nafsu yang paripurna (al-nafs al-kamilah). Itulah salah satu makna yang bisa ditangkap dari tujuh putaran sai yang dilakukan Siti Hajar hingga ia menemukan air zam-zam.
Seorang mukmin pasti akan kukuh dalam perjuangannya mengalahkan dan mengendalikan nafsu sehingga terbebas dari belenggunya dan berada semakin dekat kepada Sang Maha Kekasih (Tuhan, Allahu Rabbul’alamin).
Tuhan memanggil-manggil orang yang hati nurani bersih dan suci, sebagaimana dijelas dalam Al-Qur’an :
$pkçJ­ƒr'¯»tƒ ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ   ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuŠÅÊ#u Zp¨ŠÅÊó£D ÇËÑÈ   Í?ä{÷Š$$sù Îû Ï»t6Ïã ÇËÒÈ   Í?ä{÷Š$#ur ÓÉL¨Zy_ ÇÌÉÈ  
Wahai jiwa yang tenang (27). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya (28). Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku (29). Masuklah ke dalam syurga-Ku (30). QS al-Fajar [89:27-30]

Semoga khutbah ini memberi hikmah dan pelajaran bagi kita semua untuk direnungkan dan dijadikan dasar hidup yang diliputi cinta kasih, ketegaran, dan kepasrahan spenuhnya kepada Allah swt.

Akhirnya, marilah kita akhiri dengan memanjatkan doa kepada Allah swt. ALHAMDULILLAHI RABBIL’ALAMIN. ASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATUHI WA BARAKATUH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar